Hujan
dengan tiba-tiba turun deras, dengan langit yang terlihat masih benderang.
Hanya ada beberapa gerombolan awan yang seakan mendekat dan semakin terlihat
membesar. Ini yang sungguh aku harapkan. Air hujan yang tumpah ruah ke bumi,
seakan mewakili segala perasaan yang ingin aku keluarkan. Ringan namun menyesakkan,
pengap. Apalah aku, aku hanya rumput liar yang berada disekitarmu wahai kau pohon
rindang. Aku bukan saingan dia, yang pada kodratnya sudah seharusnya berada disisimu. Pohon sejenis mu
yang tumbuh berdampingan. Sekali lagi, aku hanya rumput liar. Kau selalu
bilang, kau ingin berada disampingku. Mungkin biasa bagimu. Bagiku? Kau tau,
artinya dalam sekali. Bahkan ketika aku tak berharap lagi, kau merentangkan
ranting dan daunmu, melindungiku dari sinar matahari. Aku katakan aku baik-baik
saja, namun kau tetap saja begitu. Aku pernah berharap pada Tuhan, untuk
menghidupkan aku lagi di tempat lain. Tempat yang jauh darimu. Tapi
kenyataannya aku tetap disini, disampingmu. Dan lagi melihatmu dengan dia. Kau
selalu meneteskan air sejuk yang kau punya padaku, yang dengan secepat kilat
akan menyejukkanku. Tapi aku tau, kau punya dia. Kenapa kau larang aku ketika
aku ingin melupakanmu? Rasanya seperti hanya ingin layu dan kupikir tak akan
lagi aku melihatmu. Melihatmu bersanding dengan dia. Seperti hal nya aku yang
tak bisa pergi. Seperti hal nya kamu yang tak juga bisa pergi. Berbahagialah,
aku baik-baik saja. Tapi kumohon jangan kau rentangkan lagi rantingmu untukku, jangan kau teteskan
lagi air sejuk itu untukku. Sepertinya semua orang sudah tau, kamu dan aku yang bukan –kita-. Tanah ini tak lagi bisa
bergeser, aku akan tetap disini, dan kau akan tetap ditempatmu.