Sebuah atau lebih pelajaran memang bisa didapat dari mana saja. Dari percakapan kecil-pun terkadang melahirkan point penting untuk kehidupan. Obrolan saya pagi ini dengan Pak Arifin -Office Driver- membuat saya teringat akan tujuh orang luar biasa yang sudah bersama saya, membina hubungan baik kami selama lebih dari delapan tahun.
"Beberapa manager di perusahaan kita ini sohib loh, mereka temenan dari jaman mereka kuliah sampai sekarang. Umur mereka rata-rata sudah sekitar empat puluh lima" Terang Pak Arifin.
"Wah, seru ya pak. Ine juga sohiban sama tujuh orang. Ini sama Amel juga, kalau sama Amel sih kenal dari SD. Se-SD, se-SMP, se-SMA eh sekarang sekantor pula. Haha" Jawab ku sambil tertawa kecil.
"Tah, harusnya teh kalian bikin usaha bareng aja, bikin apa kek, tempat les misalnya. Bikin brosur, sebarin di perumahan-perumahan. Seru kalo bareng-bareng mah" sambung Pak Arifin semangat dan dengan logat sunda yang kental sekali.
"Haha, iya pak. Sebenernya emang rencana gitu, cuma gak jadi-jadi." Amel mendekat kemudian duduk di sebelahku. Obrolan kami pun mengembang.
Beberapa hari yang lalu aku dan Bety -satu dari tujuh orang yang kumaksud- bercakap sedikit dalam, tentang persahabatan kami beserta enam orang lainnya. Tentang waktu yang terasa semakin rawan, mengerus pelan-pelan sebuah ikatan. Jika tidak dijaga, khawatir akan terberai, berantakan.
Tentang sikap satu sama lain yang dirasa melampaui batas dari sudut pandang berbeda-beda. Tentang hubungan pertemanan yang kini terkesan (maaf) menjenuhkan.
Jika mengingat, banyak orang yang terbius dengan hubungan persahabatan kami. Apa yang terlihat dari kami terkesan selalu indah. Apa yang kami tunjukan selalu berhasil membuat beberapa orang di luar sana terpukau. Entah memang begitu atau hanya perasaanku saja. Yang aku rasa, persahabatan ini berbeda karena kami masing-masing tetap merasa bersatu, APAPUN YANG TERJADI. Entah, sakit hati, tersinggung, tak nyaman, kecewa, kami kubur untuk tetap menjaga hubungan baik ini tetap utuh. Khawatir pula, suatu saat tibalah semua hal tersebut meledak, apa mau dikata?
"Lo pernah gak kepikiran kalo karakter anak-anak selama ini gak real?" tanya Bety.
"Iya, gue masih berusaha mengenal mereka" jawabku sambil terus membayangkan mereka.
"Kedok, supaya semuanya aman, supaya terjaga. Inget, kita beradaptasi dengan tujuh orang yang berbeda-beda. Pacaran aja yang cuma satu orang, tetep aja ada yang ternyata gak habis pikir, dan ini tujuh orang lho!"
"Sebenernya mana sih yang lebih baik, berlaku se-real-nya tapi kemungkinan akan menyakiti. Tapi dengan alasan kalo kita udah tau satu sama lain gue rasa kita tau sebenernya niatnya apa. Atau, menutupi sesuatu, menunjukan sesuatu yang bukan dia dengan alasan menjaga perasaan. Tanggapan orang kan beda-beda, ada yang bilang jujur itu selalu lebih baik dan ada juga yang bilang bahwa lebih baik sedikit menutupi sesuatu untuk menjaga hati orang lain?"
"Susah sih kalo cari yang bener dan yang salah. Nyatuin satu maksud di delapan kepala itu susah. Jadi ya intinya, kita tau kapan kita harus egois, kapan kita harus menekan ego. Menjadi terus mengalah juga gak baik, ujung-ujungnya lo ditindas. Menjadi egois juga jelas-jelas gak baik, ujung-ujungnya lo bikin bengah orang.Ya, tetep harus menguasai kedua sifat itu di waktu yang tepat."
Ya.. jadi, harus fleksibel. Tapi mood dan sensitivitas kadang gak bisa diatur.
Oke, persahabatan ini memang bukan untuk 'menerima apa adanya' tetapi mebuat diri sendiri dan orang yang kita sayangi menjadi 'lebih baik lagi'.
Jika aku salah, ingatkan dan maafkan. Jika mereka salah, ingatkan dan maafkan.
Ada beberapa hal yang kadang lebih baik tersembunyi.
Ada beberapa hal yang kadang lebih baik diungkapkan.
Ada beberapa hal yang kadang lebih baik bagi seseorang, tetapi tidak lebih baik bagi yang lain.
"Kalau mau menyelesaikan masalah, ya kitanya harus keluar dulu dari masalah itu. Kalo enggak, ya pikiran kita jadi mumet. Ibaratin aja masalah itu bumi, kalau kita mau tau bumi itu seperti apa, ya kita harus ada di luar angkasa supaya keliatan." terang Pak Arifin, disambut anggukan-anggukan kecil aku dan Amel.
Ya, mereka bertujuh memang spesial. Entah seperti apa mereka, entah mau bagaimana sikapnya, akan selalu ada saja yang membuat kami kembali pada satu titik. Seperti bumi dan planet-planet di alam semesta yang berevolusi mengelilingi matahari, bergerak bersama, walau tetap membutuhkan rotasi untuk menyeimbangkan diri mereka sendiri-sendiri tanpa mesti merusak pergerakan yang lain. Mereka tetap pada jalurnya masing-masing.
Dunia kami, pandangan, pendapat dan cara kami menghadapi sesuatu akan selalu berbeda. Bukan sekali atau dua kali saja mengalami goncangan. Namun berapa kalipun goncangan itu terulang kembali, kami akan tetap disini, di porosnya, yang telah ditetapkan Tuhan sebagai jalan kami tetap bertemu.
14 Februari 2014
Teruntuk Ritar.
Yang aku sayangi..